Jakarta Kasus-kasus korupsi tidak hanya melanda korps Kepolisian Indonesia, tapi juga korps Kepolisian di seluruh dunia. Hanya sekelumit personel Kepolisian ini yang berani membuka kebusukan korps-nya. Di satu sisi sang polisi ini dianggap pahlawan, di satu sisi lainnya dianggap pengkhianat.
Siapa para polisi di dunia ini yang berani membuka kebobrokan institusinya?
Ternyata dia mendapati bahwa semua polisi yang bertugas di wilayahnya, baik berpangkat sersan, letnan hingga kapten menerima suap bagiannya sendiri-sendiri dari toko, bar, restoran hingga bisnis ilegal. Namun David menolak semua pemberian itu.
David kemudian bertemu koleganya yang sama-sama anti korupsi Frank Serpico. Karena alasan idealisme, dia membantu Frank Serpico dan mengungkap korupsi sistematik di korps-nya.
Pada Desember 1971, David bersaksi di Komisi Knapp, komisi bentukan Wali Kota New York yang ditugasi untuk menginvestigasi laporan Frank Serpico atas korupsi di NYPD. David memaparkan perilaku korupsi sejak dirinya disumpah menjadi polisi pada tahun 1963.
David kemudian memaparkan korupsi dibantu oleh asisten Wali Kota John Lindsay, Jay Kriegel. Namun sayang, pemerintahan Lindsay tidak terlalu garang pada NYPD. David kemudian bekerja dengan reporter New York Times, David Burnham untuk mengungkap korupsi itu. Hasil investigasi Komisi Knapp itu diluar dugaan Frank dan David, Komisi menemukan ada barang dan uang suap di tiap departemen di kantor-kantor polisi NYPD.
Usai temuan Komisi itu, tidak seperti Frank yang pensiun, David tetap menjadi polisi. Di korps-nya, David dibenci, menjadi korban politik kantor dan dilihat sebagai sumber masalah. David diasingkan, dimutasi ke tempat-tempat yang 'sepi'. Sampai akhirnya, tak ada lagi kerjaan yang diberikan atasan pada David hingga kemudian pensiun setelah 22 tahun menjadi polisi. Saat pensiun, tak ada yang tahu bahwa uang pensiunnya dipotong US$ 17 ribu per tahun karena urusan birokrasi yang tak jelas.
Kendati menyusahkan dirinya sebagai polisi, namun sikap David ini perlahan mengubah kultur di NYPD. Kisahnya diabadikan dalam buku biografi yang ditulis James Lardner berjudul "Crusader: The Hell-Raising Police Career of Detective David Durk" yang terbit April 1996.
Frank kemudian menjabat sebagai Kompol di Kepolisian Negara Bagian Pennsylvania di tahun 1967. Saat awal-awal Frank bekerja di kepolisian, Frank pernah menasihati atasannya, untuk membatalkan perjamuan makan. Alasannya, perjamuan makan itu disponsori oleh salah satu penipu di kota itu, dan pasti 'ada maunya'.
Saat banyak-banyaknya menangkapi pemeras dan penipu, Frank kemudian diajak makan siang oleh salah satu hakim di restoran tempat para politisi dan pemeras itu kerap bertemu. Frank menawarkan lokasi yang lain namun ditolak. Di restoran itu, hakim itu memberikan penjelasan dan salah satu politisi menawarkan suap dengan sejumlah uang. Frank pun langsung pura-pura tak mendengar dan berbicara dengan rekannya yang duduk di meja sebelah.
Setelah itu, Frank kemudian menuai teror melalui telepon hingga didatangi orang tak dikenal di rumah. Frank dan anaknya juga sempat dipukuli oleh orang tak dikenal itu. Dia kemudian memperhatikan keselamatan keluarganya namun tak berhenti melawan korupsi.
Frank menulis buku tentang korupsi di tubuh polisi berjudul "Police, Politics, Corruption: The Mixture Dangerous to Freedom and Justice" yang terbit tahun 2000.
Adrian Schoolcraft adalah seorang polisi di New York Police Department (NYPD). Status polisi Adrian ditahan sampai hari ini. Hal ini imbas ulah 'nakal'nya yang membocorkan perilaku korupsi atasan dan rekan-rekannya di Polsek 81st Bedford-Stuyvesant, Brooklyn, New York. Polsek ini juga tempat Frank Serpico bertugas dulu.
Ceritanya, sekitar pertengahan 2008, Adrian prihatin atas pelayanan kepolisian pada tempatnya bertugas kepada warga. Nah mulai saat itu, Adrian secara sembunyi-sembunyi selalu menyelipkan perekam digital kecil di sakunya. Perekam inilah yang merekam percakapan-percakapan atasannya dengan rekan-rekannya.
Perekam Adrian juga merekam briefing-briefing yang diadakan oleh Kapolsek dan pengawasnya. Kapolsek dan pengawasanya memberikan target kepada para polisi itu dalam jumlah kuantitatif tentang berapa surat tilang yang harus dilayangkan dalam sebulan.
Surat tilang itu terbagi atas 3 tipe, tipe C, untuk pelanggaran ketertiban umum, seperti membuang sampah sembarangan, mabuk-mabukan di tempat umum, vandalisme dan sebagainya. Surat tilang tipe B, untuk pelanggaran lalu lintas serta tipe A untuk parkir ilegal.
Semakin banyak surat tilang berarti pujian dan promosi, bila sebaliknya, berarti kritikan dan demosi. Bila para kroco tak memenuhi targetnya, sang kapolsek akan menekannya, memaki dan mengancam untuk memindahkan jam kerja atau bahkan mutasi.
Tak jarang, para polisi kroco ini bekerja overtime, 20 jam dalam sehari untuk memenuhi targetnya.
Nah sang kapolsek menggunakan statistik ini untuk mencari muka saat melapor ke kantor pusat NYPD, 'ini lho kinerja kantor saya produktif'.
Nilai-nilai yang ditanamkan Kapolsek ini bertentangan dengan nilai Adrian, karena Adrian lebih mementingkan kualitas dan pelayanan berbasis komunitas, bukan sekedar angka statistik. Adrian pun gerah.
Celakanya, kebijakan kapolsek bahkan sering meremehkan laporan warga. Lazimnya, bila ada tindak kriminal di suatu tempat, polisi menuju TKP, mengolah TKP dan mengumpulkan informasi dan barang bukti. Di bawah Kapolsek Steven Mauriello yang ambisius, kebijakan itu menjadi tidak berlaku.
Laporan warga tidak akan ditindaklanjuti bila sang pelapor tidak bisa datang ke kantor. Tindak kriminal ringan yang dilaporkan warga pun tidak dianggap dan tidak ditindaklanjuti. Alhasil, statistik yang timbul, tindak kriminal di wilayah itu 'seolah-olah' rendah.
Rekaman yang diambil dalam kurun waktu setahun ini kemudian diserahkan ke situs villagevoice.com, ditulis berseri 5 artikel mengenai isi rekaman itu. NYPD pun gempar, dan menerjunkan divisi inspektorat jenderal-nya.
Sementara Adrian mendapatkan teror dari rekan-rekannya. Saat sakit, izin Adrian untuk tidak masuk kerja tidak dikabulkan. Adrian dibawa ke rumah sakit yang tidak dikehendakinya, kemudian di-charge sangat tinggi sekitar US$ 7 ribu untuk 6 hari dan divonis harus dirawat di rumah sakit jiwa.
Status polisi Adrian ditangguhkan dan gajinya tidak diberikan. Atas perlakukan NYPD itu, Adrian dibantu pengacara menggugat balik NYPD senilai US$ 50 juta.
5. Simon IllingworthSimon Illingworth adalah mantan polisi di Kepolisian Victoria di Australia. Di Kepolisian Victoria, Simon dikenal karena kontribusinya di Departemen Standar Etik Kepolisian Victoria, semacam badan kepatuhan internal.
Di Departemen Standar Etik itu dia menyingkirkan dan menangkap polisi-polisi yang korup. Setelah pensiun dia menerbitkan buku tentang korupsi di kepolisian Australia berjudul 'Filthy Rat' yang terbut 2007. Buku itu terjual 9 ribu kopi.
Simon juga tampil dalam acara TV 'Australian Story' pada Mei 2004 yang menceritakan dunia hitam dan korupsi polisi di Melbourne.
Sumber:http://news.detik.com
Siapa para polisi di dunia ini yang berani membuka kebobrokan institusinya?
(dok New York Times)
1. Frank Serpico
Frank Serpico merupakan polisi legendaris di New York Police Department (NYPD). Bertugas di NYPD sebagai polisi magang sejak akhir tahun 1959, dan menjadi polisi patroli sejak awal 1960-an. Frank kemudian ditempatkan di biro identifikasi kriminal Polsek 81 Bedford-Stuyvesant, Brooklyn, New York selama 2 tahun.
Saat menjalankan tugasnya itu, Frank menjadi polisi tak berseragam yang beroperasi di sekitar Bronx, Brooklyn dan Harlem. Di sinilah dia melihat banyak ketidakberesan pada sesama koleganya. Kenyataan yang dia temukan, banyak koleganya yang korupsi dan melakukan pemerasan. Perilaku kriminal ini sudah terjadi secara endemik.�
Frank mempertaruhkan nyawa dan keselamatannya saat membongkar hal itu. Dengan penampilan slebor, brewokan ala hippie, Frank segera menuai ketidakpercayaan dari rekannya, menolak menerima suap dan malah melaporkan hal itu ke kantor pusat NYPD dengan bukti-bukti yang kuat pada tahun 1967.
Tak ada yang terjadi hingga Frank bertemu dengan rekannya sesama polisi, David Duck untuk membantu membongkar perilaku korupsi. Saat aksinya menjadi laporan utama media berpengaruh New York Times pada 25 April 1970, Wali Kota New York saat itu John V Lindsay langsung membentuk komisi investigasi atas laporan Frank. Komisi itu terdiri dari 5 orang yang diketuai Whitman Knapp, karena itu disebut Komisi Knapp.
Namun rupanya, gerak-gerik Frank ini menuai perlawanan balik dari rekan-rekannya. Saat operasi penggerebekan narkoba di wilayah Brooklyn, Frank dan 3 polisi lain ditugaskan.
Penggerebekan itu terjadi di suatu gedung. 2 Polisi rekan Frank berjaga di luar, seorang lagi di depan apartemen. Sementara Frank masuk ke gedung itu, membuntuti tersangka dan menyamar sebagai pembeli.
Saat Frank mau menggerebek dan meminta bantuan 3 rekan polisi lainnya, tak ada yang merespons. Apa yang terjadi? Frank ditembak pistol di wajahnya. Peluru bersarang di bagian rahang atasnya, di bawah mata. Saat Frank terjatuh, rekan-rekannya tidak melakukan apa-apa, pun meminta bantuan darurat.
Hingga orang tua penghuni apartemen memanggil pelayanan darurat dan melaporkan ada orang terkena tembakan dan barulah Frank dibawa ke rumah sakit. Peluru itu ternyata membuat salah satu telinganya tidak bisa mendengar dan merasakan sakit akibat serpihan pelurunya tembus ke otak.
Akhirnya Frank selamat hingga bisa bersaksi di Komisi Knapp di tahun 1972. Frank merupakan polisi pertama yang melaporkan perilaku korup koleganya. Karena keberaniannya ini, Frank diganjar penghargaan kehormatan tertinggi Medal of Honor. Kendati mendapatkan promosi sebagai detektif, namun Frank mengundurkan diri. Dia kemudian hidup di Eropa dan kembali ke New York pada tahun 1980-an.
Kini Frank menjadi dosen dan aktivis antikorupsi. Kisahnya difilmkan dalam 'Serpico' yang dibintangi aktor watak Al Pacino.
Saat menjalankan tugasnya itu, Frank menjadi polisi tak berseragam yang beroperasi di sekitar Bronx, Brooklyn dan Harlem. Di sinilah dia melihat banyak ketidakberesan pada sesama koleganya. Kenyataan yang dia temukan, banyak koleganya yang korupsi dan melakukan pemerasan. Perilaku kriminal ini sudah terjadi secara endemik.�
Frank mempertaruhkan nyawa dan keselamatannya saat membongkar hal itu. Dengan penampilan slebor, brewokan ala hippie, Frank segera menuai ketidakpercayaan dari rekannya, menolak menerima suap dan malah melaporkan hal itu ke kantor pusat NYPD dengan bukti-bukti yang kuat pada tahun 1967.
Tak ada yang terjadi hingga Frank bertemu dengan rekannya sesama polisi, David Duck untuk membantu membongkar perilaku korupsi. Saat aksinya menjadi laporan utama media berpengaruh New York Times pada 25 April 1970, Wali Kota New York saat itu John V Lindsay langsung membentuk komisi investigasi atas laporan Frank. Komisi itu terdiri dari 5 orang yang diketuai Whitman Knapp, karena itu disebut Komisi Knapp.
Namun rupanya, gerak-gerik Frank ini menuai perlawanan balik dari rekan-rekannya. Saat operasi penggerebekan narkoba di wilayah Brooklyn, Frank dan 3 polisi lain ditugaskan.
Penggerebekan itu terjadi di suatu gedung. 2 Polisi rekan Frank berjaga di luar, seorang lagi di depan apartemen. Sementara Frank masuk ke gedung itu, membuntuti tersangka dan menyamar sebagai pembeli.
Saat Frank mau menggerebek dan meminta bantuan 3 rekan polisi lainnya, tak ada yang merespons. Apa yang terjadi? Frank ditembak pistol di wajahnya. Peluru bersarang di bagian rahang atasnya, di bawah mata. Saat Frank terjatuh, rekan-rekannya tidak melakukan apa-apa, pun meminta bantuan darurat.
Hingga orang tua penghuni apartemen memanggil pelayanan darurat dan melaporkan ada orang terkena tembakan dan barulah Frank dibawa ke rumah sakit. Peluru itu ternyata membuat salah satu telinganya tidak bisa mendengar dan merasakan sakit akibat serpihan pelurunya tembus ke otak.
Akhirnya Frank selamat hingga bisa bersaksi di Komisi Knapp di tahun 1972. Frank merupakan polisi pertama yang melaporkan perilaku korup koleganya. Karena keberaniannya ini, Frank diganjar penghargaan kehormatan tertinggi Medal of Honor. Kendati mendapatkan promosi sebagai detektif, namun Frank mengundurkan diri. Dia kemudian hidup di Eropa dan kembali ke New York pada tahun 1980-an.
Kini Frank menjadi dosen dan aktivis antikorupsi. Kisahnya difilmkan dalam 'Serpico' yang dibintangi aktor watak Al Pacino.
(dok amazon.com)
2. David DurkDavid Durk merupakan mantan detektif berpangkat letnan di NYPD. Selama karirnya di polisi, dia adalah polisi anti korupsi. Saat pertama kali bekerja di NYPD pada tahun 1960-an, David kaget karena dia diberi suap berupa uang, makanan dan minuman beralkohol.Ternyata dia mendapati bahwa semua polisi yang bertugas di wilayahnya, baik berpangkat sersan, letnan hingga kapten menerima suap bagiannya sendiri-sendiri dari toko, bar, restoran hingga bisnis ilegal. Namun David menolak semua pemberian itu.
David kemudian bertemu koleganya yang sama-sama anti korupsi Frank Serpico. Karena alasan idealisme, dia membantu Frank Serpico dan mengungkap korupsi sistematik di korps-nya.
Pada Desember 1971, David bersaksi di Komisi Knapp, komisi bentukan Wali Kota New York yang ditugasi untuk menginvestigasi laporan Frank Serpico atas korupsi di NYPD. David memaparkan perilaku korupsi sejak dirinya disumpah menjadi polisi pada tahun 1963.
David kemudian memaparkan korupsi dibantu oleh asisten Wali Kota John Lindsay, Jay Kriegel. Namun sayang, pemerintahan Lindsay tidak terlalu garang pada NYPD. David kemudian bekerja dengan reporter New York Times, David Burnham untuk mengungkap korupsi itu. Hasil investigasi Komisi Knapp itu diluar dugaan Frank dan David, Komisi menemukan ada barang dan uang suap di tiap departemen di kantor-kantor polisi NYPD.
Usai temuan Komisi itu, tidak seperti Frank yang pensiun, David tetap menjadi polisi. Di korps-nya, David dibenci, menjadi korban politik kantor dan dilihat sebagai sumber masalah. David diasingkan, dimutasi ke tempat-tempat yang 'sepi'. Sampai akhirnya, tak ada lagi kerjaan yang diberikan atasan pada David hingga kemudian pensiun setelah 22 tahun menjadi polisi. Saat pensiun, tak ada yang tahu bahwa uang pensiunnya dipotong US$ 17 ribu per tahun karena urusan birokrasi yang tak jelas.
Kendati menyusahkan dirinya sebagai polisi, namun sikap David ini perlahan mengubah kultur di NYPD. Kisahnya diabadikan dalam buku biografi yang ditulis James Lardner berjudul "Crusader: The Hell-Raising Police Career of Detective David Durk" yang terbit April 1996.
(dok Wikipedia)
3. Frank McKettaSeorang polisi dan penegak hukum di Pennsylvania. Setelah bekerja di pertambangan batu bara, Frank kemudian masuk Akademi Kepolisian di Hershey, Pennsylvania.Frank kemudian menjabat sebagai Kompol di Kepolisian Negara Bagian Pennsylvania di tahun 1967. Saat awal-awal Frank bekerja di kepolisian, Frank pernah menasihati atasannya, untuk membatalkan perjamuan makan. Alasannya, perjamuan makan itu disponsori oleh salah satu penipu di kota itu, dan pasti 'ada maunya'.
Saat banyak-banyaknya menangkapi pemeras dan penipu, Frank kemudian diajak makan siang oleh salah satu hakim di restoran tempat para politisi dan pemeras itu kerap bertemu. Frank menawarkan lokasi yang lain namun ditolak. Di restoran itu, hakim itu memberikan penjelasan dan salah satu politisi menawarkan suap dengan sejumlah uang. Frank pun langsung pura-pura tak mendengar dan berbicara dengan rekannya yang duduk di meja sebelah.
Setelah itu, Frank kemudian menuai teror melalui telepon hingga didatangi orang tak dikenal di rumah. Frank dan anaknya juga sempat dipukuli oleh orang tak dikenal itu. Dia kemudian memperhatikan keselamatan keluarganya namun tak berhenti melawan korupsi.
Frank menulis buku tentang korupsi di tubuh polisi berjudul "Police, Politics, Corruption: The Mixture Dangerous to Freedom and Justice" yang terbit tahun 2000.
(dok timeunion.com)
4. Adrian SchoolcraftSekitar 4 dekade setelah pengungkapan korupsi di kepolisian oleh Frank Serpico, rupanya masih ada perbuatan cela itu di NYPD.Adrian Schoolcraft adalah seorang polisi di New York Police Department (NYPD). Status polisi Adrian ditahan sampai hari ini. Hal ini imbas ulah 'nakal'nya yang membocorkan perilaku korupsi atasan dan rekan-rekannya di Polsek 81st Bedford-Stuyvesant, Brooklyn, New York. Polsek ini juga tempat Frank Serpico bertugas dulu.
Ceritanya, sekitar pertengahan 2008, Adrian prihatin atas pelayanan kepolisian pada tempatnya bertugas kepada warga. Nah mulai saat itu, Adrian secara sembunyi-sembunyi selalu menyelipkan perekam digital kecil di sakunya. Perekam inilah yang merekam percakapan-percakapan atasannya dengan rekan-rekannya.
Perekam Adrian juga merekam briefing-briefing yang diadakan oleh Kapolsek dan pengawasnya. Kapolsek dan pengawasanya memberikan target kepada para polisi itu dalam jumlah kuantitatif tentang berapa surat tilang yang harus dilayangkan dalam sebulan.
Surat tilang itu terbagi atas 3 tipe, tipe C, untuk pelanggaran ketertiban umum, seperti membuang sampah sembarangan, mabuk-mabukan di tempat umum, vandalisme dan sebagainya. Surat tilang tipe B, untuk pelanggaran lalu lintas serta tipe A untuk parkir ilegal.
Semakin banyak surat tilang berarti pujian dan promosi, bila sebaliknya, berarti kritikan dan demosi. Bila para kroco tak memenuhi targetnya, sang kapolsek akan menekannya, memaki dan mengancam untuk memindahkan jam kerja atau bahkan mutasi.
Tak jarang, para polisi kroco ini bekerja overtime, 20 jam dalam sehari untuk memenuhi targetnya.
Nah sang kapolsek menggunakan statistik ini untuk mencari muka saat melapor ke kantor pusat NYPD, 'ini lho kinerja kantor saya produktif'.
Nilai-nilai yang ditanamkan Kapolsek ini bertentangan dengan nilai Adrian, karena Adrian lebih mementingkan kualitas dan pelayanan berbasis komunitas, bukan sekedar angka statistik. Adrian pun gerah.
Celakanya, kebijakan kapolsek bahkan sering meremehkan laporan warga. Lazimnya, bila ada tindak kriminal di suatu tempat, polisi menuju TKP, mengolah TKP dan mengumpulkan informasi dan barang bukti. Di bawah Kapolsek Steven Mauriello yang ambisius, kebijakan itu menjadi tidak berlaku.
Laporan warga tidak akan ditindaklanjuti bila sang pelapor tidak bisa datang ke kantor. Tindak kriminal ringan yang dilaporkan warga pun tidak dianggap dan tidak ditindaklanjuti. Alhasil, statistik yang timbul, tindak kriminal di wilayah itu 'seolah-olah' rendah.
Rekaman yang diambil dalam kurun waktu setahun ini kemudian diserahkan ke situs villagevoice.com, ditulis berseri 5 artikel mengenai isi rekaman itu. NYPD pun gempar, dan menerjunkan divisi inspektorat jenderal-nya.
Sementara Adrian mendapatkan teror dari rekan-rekannya. Saat sakit, izin Adrian untuk tidak masuk kerja tidak dikabulkan. Adrian dibawa ke rumah sakit yang tidak dikehendakinya, kemudian di-charge sangat tinggi sekitar US$ 7 ribu untuk 6 hari dan divonis harus dirawat di rumah sakit jiwa.
Status polisi Adrian ditangguhkan dan gajinya tidak diberikan. Atas perlakukan NYPD itu, Adrian dibantu pengacara menggugat balik NYPD senilai US$ 50 juta.
Di Departemen Standar Etik itu dia menyingkirkan dan menangkap polisi-polisi yang korup. Setelah pensiun dia menerbitkan buku tentang korupsi di kepolisian Australia berjudul 'Filthy Rat' yang terbut 2007. Buku itu terjual 9 ribu kopi.
Simon juga tampil dalam acara TV 'Australian Story' pada Mei 2004 yang menceritakan dunia hitam dan korupsi polisi di Melbourne.
Sumber:http://news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar