Evaluasi Perkerasan Jalan Menggunakan FWD*
Bagian 1
Oleh: Ridwan Umbara, ST.♦; Sri Atmaja P. Rosyidi Ph.D♥.; Siegfried Ph.D.♣
*technical note dari penelitian hibah bersaing dan menjadi penelitian payung terhadap tugas akhir mahasiswa Ridwan Umbara (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).♦alumni, ♥dosen, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta , ♣peneliti, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Bandung
Modulus Elastisitas Bahan Jalan
Salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan kekuatan struktur perkerasan jalan adalah nilai modulus elastisitas (E). Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, nilai modulus elastisitas (E) yang dihasilkan dengan menggunakan program BAKFAA, Kosasih dan Siegfried (2008) mendapatkan nilai E di ruas Jalan Soekarno-Hatta berada pada rentang 90 MPa – 4000 MPa untuk semua lapisan. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di Jalan Soekarno Hatta, Jalan Lingkar Barat, dan Jalan Padalarang-Purwakarta oleh Muhammad (2008), nilai modulus yang dihasilkan berada pada interval 90 MPa – 4000 MPa. Nilai modulus elastisitas (E) yang berada pada rentang tersebut dikategorikan nilai yang logis (reasonable) dan kondisi baik (good performance), karena telah memenuhi batas nilai CBR tanah dasar yaitu sebesar 5 % atau 50 MPa (Sukirman, 1992), batas nilai CBR lapisan pondasi atas yaitu sebesar 50 % atau 500 MPa (Sukirman, 1992), dan nilai modulus elastisitas (E) lapisan beraspal yang berada pada rentang 1500 – 3500 MPa (Sukirman, 1992).Apa itu Falling Weight Deflectometer (FWD)?
Falling Weight Deflectometer (FWD) merupakan peralatan uji lapangan untuk perkerasan jalan yang telah lama digunakan di berbagai negara. Sekitar 30 tahun yang lalu, alat ini diperkenalkan pertama kali di Perancis untuk mengevaluasi struktur perkerasan jalan (Karadelis, 1999). Selanjutnya pada tahun 1981, Denmark menggunakan FWD untuk menilai daya dukung, umur manfaat, dan disain overlay pada jaringan jalan (Schmidt, 1989). Berbagai penelitian juga telah berhasil dilakukan untuk mengembangkan penggunaan alat FWD dalam evaluasi struktur perkerasan jalan, diantaranya di Amerika Serikat (Parker dkk, 1994, Garg dan Marsey, 2002, Romanoschi dan Metcalf, 2003, Appea, 2003, Zhaghloul dkk, 2005, Henderson, 2006, Westover dan Guzina, 2009), Denmark (Ulidtz, 1998), Jepang (Dong dkk, 2001), Kanada (Tighe dkk, 2003), China (Ji dkk, 2006), Turki (Goktepe dan Agar, 2006., Terzi, 2005), dan di Indonesia (Kosasih, 2004, Subagio, Cahyanto, Rachman, dan Mardiyah, 2005, Muhammad, 2008).Menurut Rosyidi dkk (2006), terdapat beberapa keuntungan menggunakan alat FWD untuk sistem manajemen jalan, yaitu:
- dapat menampilkan kinerja perkerasan secara menyeluruh dengan memberikan nilai modulus setiap lapisan struktur perkerasan jalan,
- peralatan FWD dioperasikan dengan mudah dan memberikan hasil pengukuran yang tepat serta ketelitian yang tinggi,
- beban pelat dan ketinggian jatuh yang dapat diukur, dengan demikian intensitas beban yang direpresentasikan sebagai beban kendaraan dapat disesuaikan untuk kondisi di Indonesia (8,16 ton).
Perhitungan Balik (Backcalculation)
Struktur perkerasan akan mengalami lendutan pada saat menerima beban roda kendaraan (Kosasih, 2004). Secara teoritis, Kosasih (2004) menjelaskan bahwa besarnya lendutan struktur perkerasan dapat dihitung dari data komposisi dan tebal lapisan perkerasan, karakteristik bahan perkerasan (modulus elastisitas dan konstanta poisson), dan konfigurasi beban roda kendaraan. Di lain pihak, lendutan struktur perkerasan juga dapat diukur di lapangan, yaitu dengan menggunakan alat ukur Falling Weight Deflectometer. Lendutan dalam alat FWD dihasilkan dari pelat beban yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu ke atas permukaan perkerasan jalan dan direkam oleh sejumlah sensor (tujuh hingga sembilan buah sensor) yang terpasang pada batang pengukur. Backcalculation telah dikembangkan untuk menghitung balik modulus perkerasan berdasarkan data lendutan dengan mempersamakan cekung lendutan teoritis terhadap cekung lendutan survai FWD.Menurut Irwin (2002) terdapat tiga faktor penting dalam teknik perkerasan jalan yang menyebabkan perhitungan balik berkembang cukup pesat saat ini, yaitu:
- pada kenyataannya, lapisan perkerasan yang kuat memiliki lendutan yang kecil, sebaliknya lapisan perkerasan yang lemah memiliki nilai lendutan yang besar oleh karena itu kualitas struktur perkerasan jalan ditentukan oleh besarnya lendutan yang terjadi (konsep ini berkembang pada periode 1935-1960).
- pengembangan teori mekanistik berkaitan erat dengan ketersediaan data-data struktur perkerasan yang penting yaitu tegangan, regangan dan lendutan pada setiap lapisan (konsep ini berkembang pada periode 1940-1970).
- adanya kebutuhan akan sistem instrumentasi untuk mengukur lendutan perkerasan jalan yang memiliki mobilisasi tinggi (portable), memiliki akurasi yang baik dan mudah dioperasikan (berkembang pada periode 1955-1980).
Konsep Perhitungan Balik
Konsep perhitungan balik (backcalculation) pertama kali diusulkan oleh Westergaard pada tahun 1925. Prinsip perhitungan ini menunjukkan bahwa modulus perkerasan jalan dapat dihitung dengan mempersamakan cekung lendutan teoritis dengan hasil survai. Besarnya lendutan perkerasan yang dihasilkan dapat dihitung dari data komposisi dan tebal lapisan perkerasan (modulus elastisitas dan rasio poisson), pengaruh lingkungan dan konfigurasi beban roda.Secara umum, ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam proses perhitungan balik yaitu pendekatan basis data (database) dan pendekatan iteratif (Kosasih, 2004). Pendekatan basis data (database) dilakukan dengan membandingkan cekung lendutan survai terhadap cekung lendutan teoritis yang telah tersimpan dalam basis data untuk rentang data modulus perkerasan dan modulus tanah dasar sesuai dengan variasi struktur perkerasan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Pendekatan ini pada dasarnya dapat dioperasikan dengan sangat efisien. Namun, pendekatan ini tidak selalu siap untuk mengakomodasi variasi struktur perkerasan yang mungkin terjadi di lapangan (Kosasih, 2004). Pendekatan iteratif dilakukan untuk menghitung modulus perkerasan secara iteratif sesuai dengan struktur perkerasan yang ada di lapangan sampai kriteria konvergensi tercapai (Kosasih, 2004). Prinsip dasar pendekatan ini adalah mempersamakan data lendutan hasil survai dengan nilai lendutan teoritis guna mencari modulus elastisitas yang sesuai.
Dalam proses perhitungan balik diperlukan asumsi awal struktur perkerasan sebagai struktur dengan dua lapisan (two layer system), tiga lapisan (three layer system) atau menggunakan empat lapisan (four layer system). Pilihan penggunaan satu dari ketiga sistem tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil analisis nantinya. Faktor lingkungan, seperti suhu perkerasan dan jumlah musim per tahun, masing-masing perlu diperhitungkan dalam perhitungan modulus lapisan perkerasan dan lapisan tanah dasar (subgrade).
Program Perhitungan Balik
Menurut Irwin (2002), proses perhitungan balik telah dikembangkan secara intensif dan berkelanjutan di Eropa dan Amerika Serikat. Beberapa kontribusi penting dalam menentukan modulus elastisitas perkerasan jalan yang disumbangkan oleh para peneliti pada periode awal pengembangan proses perhitungan balik ini, bisa dilihat melalui beberapa metode yang dikembangkan oleh peneliti-peneliti terdahulu seperti solusi nomografis untuk pemodelan struktur sistem dua lapisan yang dipublikasikan oleh Swift (1973) dan Scrivner dkk (1973) serta dua makalah penting yang memuat penyelesaian analisis nilai modulus elastisitas menggunakan komputer (computer-based solution) yang dipublikasikan oleh Irwin (1977) dan Ulidtz (1977).Pada dasarnya, perhitungan balik dapat dilakukan secara manual dengan salah satu program komputer yang menggunakan teori lapisan elastis. Akan tetapi, proses ini tidak praktis dan memakan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, banyak peneliti mengembangkan beberapa program komputer untuk melakukan proses perhitungan balik, diantaranya adalah:
- ELMOD (Dynatest)
- MICHBACK (Michigan University)
- BAKFAA (Federal Aviation Administration, AS)
- EVERCALC (Washington State DOT)
- MODCOMP (Cornell University)
- MODULUS (Texas A&M University)
- PADAL (University of Nottingham)
- WESDEF (U.S. Army, Waterways Experiment Station)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar