Turangga Seta Menggali 'Gunung Piramida'
Penggalian dilakukan di puncak Gunung Lalakon, 986 meter di atas permukaan laut.
Kamis, 17 Maret 2011, 15:57 WIB
Komunitas pecinta sejarah nusantara Turangga Seta melakukan penggalian di Gunung Lalakon, yang terletak di Soreang Bandung. Penggalian ini merupakan salah satu upaya untuk menindaklanjuti hasil temuan uji geolistrik yang telah mereka lakukan sebelumnya, bersama tim peneliti.
"Kami telah melakukan penggalian sejak Senin pagi," ujar Ayu Reditya Dewi, Anggota Tim Turangga Seta Jakarta kepada VIVAnews, di Gunung Lalakon Bandung Jawa Barat, Rabu petang 16 Maret 2011.
Belasan anggota tim Turangga Seta dibantu oleh belasan warga sekitar, melakukan penggalian di titik koordinat 6° 57,5' Lintang Selatan, 107° 31,239' Bujur Timur, dan ketinggian 986 meter di atas permukaan laut.
Penggalian yang dilakukan di Puncak Gunung Lalakon itu dilakukan sekitar 7 meter dari lokasi menara antena Base Transceiver Station yang berada di tanah milik PT Saguling.
"Kami sudah memperkirakan agar penggalian yang kami lakukan tak mempengaruhi struktur menara sehingga tidak mengganggu operasi dari antena tersebut," ujar Dani Subrata, Kepala Tim Penggalian Turangga Seta, kepada VIVAnews.
Upaya penggalian dilakukan oleh tim Turangga Seta sebagai bentuk kepedulian mereka karena pemerintah dirasa kurang responsif. Padahal sebelumnya, tim Turangga Seta pernah melaporkan kecurigaan mereka kepada pemerintah, dalam hal ini Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang berada dibawa Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
"Sebenarnya penggalian ini bukan tugas kami. Tapi kami ingin membuktikan bahwa sejak dulu sebenarnya leluhur kita telah memiliki kebudayaan yang sudah demikian tinggi," ujar Agung Bimo Sutedjo, pendiri kelompok Turangga Seta.
Penggalian ini sendiri, menurut Dani, sudah sesuai dengan peraturan yang ada, yakni Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Pasal 26. "Setiap orang berhak melakukan pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya dengan melakukan penggalian atau pengangkatan di darat," ujar Dani mengutip ayat 2 pasal itu.
Sementara persyaratan yang diatur pada ayat 4 undang-undang itu, yakni harus meminta izin pemerintah atau pemerintah daerah, sudah dilakukan dengan meminta izin kepada Lurah, RW dan RT setempat.
Sumber:http://fokus.vivanews.com/news/read/210039-turangga-seta-menggali--gunung-piramida-
"Kami telah melakukan penggalian sejak Senin pagi," ujar Ayu Reditya Dewi, Anggota Tim Turangga Seta Jakarta kepada VIVAnews, di Gunung Lalakon Bandung Jawa Barat, Rabu petang 16 Maret 2011.
Belasan anggota tim Turangga Seta dibantu oleh belasan warga sekitar, melakukan penggalian di titik koordinat 6° 57,5' Lintang Selatan, 107° 31,239' Bujur Timur, dan ketinggian 986 meter di atas permukaan laut.
Penggalian yang dilakukan di Puncak Gunung Lalakon itu dilakukan sekitar 7 meter dari lokasi menara antena Base Transceiver Station yang berada di tanah milik PT Saguling.
"Kami sudah memperkirakan agar penggalian yang kami lakukan tak mempengaruhi struktur menara sehingga tidak mengganggu operasi dari antena tersebut," ujar Dani Subrata, Kepala Tim Penggalian Turangga Seta, kepada VIVAnews.
Upaya penggalian dilakukan oleh tim Turangga Seta sebagai bentuk kepedulian mereka karena pemerintah dirasa kurang responsif. Padahal sebelumnya, tim Turangga Seta pernah melaporkan kecurigaan mereka kepada pemerintah, dalam hal ini Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang berada dibawa Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
"Sebenarnya penggalian ini bukan tugas kami. Tapi kami ingin membuktikan bahwa sejak dulu sebenarnya leluhur kita telah memiliki kebudayaan yang sudah demikian tinggi," ujar Agung Bimo Sutedjo, pendiri kelompok Turangga Seta.
Penggalian ini sendiri, menurut Dani, sudah sesuai dengan peraturan yang ada, yakni Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Pasal 26. "Setiap orang berhak melakukan pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya dengan melakukan penggalian atau pengangkatan di darat," ujar Dani mengutip ayat 2 pasal itu.
Sementara persyaratan yang diatur pada ayat 4 undang-undang itu, yakni harus meminta izin pemerintah atau pemerintah daerah, sudah dilakukan dengan meminta izin kepada Lurah, RW dan RT setempat.
Sumber:http://fokus.vivanews.com/news/read/210039-turangga-seta-menggali--gunung-piramida-
Membongkar Isi Perut 'Gunung Piramida'
Penggalian membuktikan 'piramida' di perut Gunung Lalakon Bandung dimulai. Apa hasilnya?
Jum'at, 18 Maret 2011, 22:12 WIB
Stadion Si Jalak Harupat terlihat samar-samar. Dari ketinggian 986 meter di atas permukaan laut, stadion berkapasitas 40 ribu orang itu terlihat hanya sebesar ujung jari, di antara luasnya hamparan wilayah Soreang Bandung Jawa Barat. Rabu 16 Maret 2011, siang itu, udara cerah menaungi puncak Gunung Lalakon. Semilir angin sesekali mengembus perlahan, menawar terik yang mulai menyengat. Tapi belasan orang terlihat masih semangat bekerja di sebuah lubang sepanjang 5 meter, selebar 3 meter, dan sedalam 4 meter.
Seorang mencangkul, dua orang mengangkut sisa tanah dengan karung, dua orang lagi menyambut karung itu, mengopernya lagi secara estafet ke dua orang di atasnya hingga tanah berlabuh di gundukan tak jauh dari lubang penggalian.
Biasanya hanya dua orang yang biasa mangkal di puncak gunung, yakni para penjaga menara base transceiver station (BTS). Tak banyak orang yang naik kesitu, mengingat medan yang lumayan menanjak, dan butuh sekitar 1 jam untuk sampai ke lokasi itu.
Namun, sejak Senin 14 Maret 2011, belasan anggota komunitas pecinta sejarah nusantara Turangga Seta melakukan penggalian untuk membuktikan keberadaan bangunan piramida di bawah Gunung Lalakon, seperti yang telah mereka yakini sebelumnya.
Keyakinan yang membuncah pada diri mereka tak datang begitu saja. Tak hanya berbekal wangsit dari 'leluhur', awal Februari lalu, bersama tim peneliti terdiri para pakar geologi kawakan: Danny Hilman Natawidjaja, Eko Yulianto, dan Andang Bachtiar, melakukan uji geo listrik di beberapa bukit, termasuk di Gunung Lalakon dan Gunung Sadahurip.
Hasilnya, salah satu anggota tim peneliti yang notabene merupakan pakar geologi senior, Andang Bachtiar, mengatakan hasil uji geolistrik menemukan struktur yang tidak alamiah. "Selama ini saya tidak pernah menemukan struktur subsurface seperti ini. Ini unnatural (tidak alamiah - red)," katanya.
Sementara itu, Lutfi Yondri dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Balai Arkeologi Bandung, yang telah melihat uji geolistrik itu, secara selintas memperkirakan struktur di Gunung Lalakon dan Sadahurip bukan mirip piramida melainkan struktur teras piramid.
"Dari peta geolistriknya yang baru satu lintasan, saya baru melihat teras-teras. Kalau teras-teras yang diketemukan, saya cenderung mengatakan itu teras piramid," kata Lutfi.
Menurut Lutfi, di Indonesia ada bangunan teras piramid peninggalan megalitik yakni Lebak Cibedug, yang terletak di Desa Citorek Barat, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Namun, kata Lutfi, dari nomenklatur arsitektur maupun arkeologi, klaim keberadaan piramida sudah tidak tepat. Hasil pembacaan geolistrik, kata dia, juga mengatakan itu bukan piramida. "Dari hasil geolistrik, berbentuk tangga. Itu sudah berbeda. Namun hal ini penting ditindaklanjuti."
***
Berbekal pendapat Andang tadi, Turangga Seta tak sabar segera membuktikannya. Karena merasa respon Puslit Arkenas kurang, maka Turangga Seta melakukan penggalian sendiri.
Hingga kini, mereka memang belum menemukan bangunan piramida yang mereka cari. Setidaknya, penggalian berjalan lancar, berada di jalur yang sudah mereka perkirakan sebelumnya, sesuai hasil uji geolistrik yang mereka dapatkan.
Di bawah lapisan permukaan (top soil) mereka menemukan batuan-batuan boulder andesit di kedalaman 1 - 1,6 meter. Setelah itu lapisan batu cadas sedalam 20 cm, kemudian tanah beserta lempung sedalam 20 cm, kemudian batu cadas lagi, hingga akhirnya ditemukan lagi batuan boulder andesit di kedalaman sekitar 3,5 meter.
Batu-batu boulder yang ditemukan, mereka perkirakan merupakan batu-batu bronjongan penutup bangunan piramida. Batu-batu itu memiliki ukuran yang kurang lebih sama, panjang antara 1 - 2 meter, dengan lebar dan ketebalan 30-50 cm.
Kebetulan atau tidak, batu-batu boulder itu berjejer rapi membentuk sudut sekitar 30 derajat dengan garis horizontal. Pendiri kelompok Turangga Seta Agung Bimo Sutedjo memperkirakan, batu-batu tadi sengaja dipasang demikian untuk memperkuat lapisan tanah penutup bangunan piramida, agar tidak longsor.
"Bronjongan-bronjongan tadi seolah-olah tersusun secara teratur dengan sudut kemiringan 30 derajat. Bahasa kaki limanya, seolah-olah tak datang seenak jidatnya. Siapa yang mengatur? Wallahua'lam bish shawab," ujar Engkon Kertapati, peneliti Pusat Survei Geologi Badan Geologi Departemen ESDM Bandung, yang datang ke lokasi penggalian, Rabu 16 Maret 2011.
Engkon tidak menampik bahwa mungkin memang ada campur tangan atau ada gaya-gaya di luar kemampuan alamiah yang menyebabkan batu-batu bronjong tadi tersusun secara seragam.
Namun, ia juga tidak menutup kemungkinan bila batuan andesit di Gunung Lalakon mengalami pelapukan secara alamiah sehingga secara 'kebetulan' membentuk batu-batu andesit padat yang seolah-olah berbaris sejajar ke arah sudut kemiringan 30 derajat.
***
Agaknya, tak cuma Engkon yang tertarik meneliti Gunung Lalakon. Kamis 17 Maret 2011, pakar geologi yang terkenal sebagai pakar gempa Padang dan Mentawai, Danny Hilman dan Eko Yulianto juga datang ke puncak Gunung Lalakon.
Namun, tak seperti Engkon yang masih membuka kemungkinan bahwa batu-batu boulder yang ditemukan seperti ditata secara sengaja, Danny dan Eko justru berpendapat bahwa 'batu-batu bronjongan' tadi belum membuktikan apa-apa.
"Mana yang aneh? Ini hal yang biasa dalam geologi," kata Danny kepada VIVAnews, di puncak Lalakon, Kamis 17 Maret 2011. Menurut Danny batu-batu boulder besar yang tersusun berjejer itu adalah endapan lahar dari gunung berapi.
Danny menambahkan, secara sekilas, batu-batu itu bisa dikatakan merupakan joint atau kekar yang merupakan rekahan batuan yang terbentuk teratur karena pelapukan alami.
Saat ditanya komentarnya tentang hasil uji geolistrik yang menemukan struktur yang mirip dengan bentuk piramid, Danny mengatakan bahwa hasil uji itu tidak bisa diinterpretasikan begitu saja. Sebab, tetap harus diuji dengan metode lain.
"Geolistrik itu kan pemodelan dari perekaman sifat resistivitas batuan. Tapi itu bukan seperti uji seismik, yang memantulkan apa yang ada didalam, ini sinyal resistivitas," kata Danny.
Sementara itu, menurut Engkon, hasil uji geolistrik Gunung Lalakon memang seolah-olah menunjukkan suatu struktur lapisan yang teratur. Terdapat lapisan batuan yang keras dan lebih lunak, dan membentuk pola yang berulang.
Namun, ia mengingatkan bahwa geolistrik hanya mengukur resistivitas batuan, tapi tidak memastikan tipe batuan. "Boleh jadi resistivitasnya sama. Tapi belum tentu jenis batuannya juga sama," katanya.
***
Sejak Rabu 16 Maret 2011 sore, tim Turangga Seta telah mengakhiri penggalian mereka. Selain telah kehabisan logistik dan 'amunisi', surat ijin dari pemerintah setempat juga telah berakhir. "Kami istirahat dulu, sambil mengumpulkan kekuatan," kata Agung.
Selanjutnya, mereka juga telah meminta Puslit Arkenas untuk memeriksa lokasi penggalian mereka. Lutfi berjanji, Puslit Arkenas akan menyambangi puncak Gunung Lalakon akhir pekan ini.
Setidaknya, dari berbagai pendapat tadi, baik Danny Hilman, Engkon, maupun Lutfi sepakat dalam satu hal. Idealnya memang perlu ada penggalian lebih lanjut untuk memastikan ada tidaknya bangunan piramida di tempat itu.
Namun, Danny mengingatkan bahwa lubang penggalian yang jaraknya sekitar 7 meter dari menara BTS, cukup riskan. "Agak berbahaya ini," katanya. Menurut Engkon, penggalian masih bisa dilakukan dengan membuat sebuah dinding penguat di sisi terdekat dengan menara.
Selain itu, kata dia, penggalian sebaiknya dilakukan terus ke bawah, tapi tidak mengarah ke lokasi menara. Dari hasil uji geolistrik, Engkon memperkirakan struktur batuan keras atau bangunan yang dicari-cari akan bisa ditemui sekitar 2 meter di bawah permukaan dasar lubang gali.
"Untuk memastikan hasil uji geolistrik tadi, kita harus terus gali ke bawah. Insya Allah kita akan menemukan batuan keras yang kita cari-cari," kata Engkon. (np)
Sumber:http://fokus.vivanews.com/news/read/210283-membongkar-isi-perut--gunung-piramida-
Piramida Garut Bisa Jadi Pusat Budaya
Gunung piramida di Garut diduga lebih tua dari Giza di Mesir.
Tim Katastropik Purba menemukan fakta mengagetkan sehubungan dengan misteri piramida Garut, Jawa Barat.Dari hasil penelitian intensif dan uji karbon, dipastikan bahwa umur bangunan yang terpendam dalam gunung wilayah Garut lebih tua dari piramida Giza yang berada di Mesir. Tepatnya di desa Sadahurip, dekat Wanaraja, Garut, Jawa Barat.
Adalah Andi Arief, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana yang mengungkapkan temuan mengejutkan ini.
“Dari beberapa gunung yang di dalamnya ada bangunan menyerupai piramid, setelah diteliti secara intensif dan uji carbon dating, dipastikan umurnya lebih tua dari Piramida Giza,” terang Andi Arief, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, dalam keterangan tertulisnya.
Menyikapi temuan, Bupati Garut Aceng Fikri mengaku bangga dan mengapresiasi terkait hasil penelitian tim Katastropik Purba.
Dalam pandangan Aceng, jika benar bangunan menyerupai piramida yang ada di Garut itu lebih tua dari piramida Giza di Mesir, akan sangat berpengaruh terhadap wilayahnya. Utamanya, bisa mengangkat nilai ekonomis Garut dan sekitarnya.
"Ini sangat luar biasa sekali, kalau toh ini benar. Kemudian bisa ditentukan sejarah dibangunnya berapa ribu tahun yang lalu. Tentu akan menjadi pusat budaya, menjadi sentral para pengunjung untuk datang. Sehingga menjadi objek wisata sejarah," tutur Aceng saat berbincang dengan VIVAnews.com, Kamis 24 November 2011.
Dia menuturkan, dalam pertemuannya dengan Staf Khusus Andi Arief, jika penelitian selesai, maka akan segera diserahkan ke Pemerintah Kabupaten.
"Nanti, apakah Pemkab Garut akan menyerahkan kepada nasional atau internasional adalah peran masyarakat dan pemerintah Garut yang harus pandai menimbang," tuturnya.
Aceng mengaku, saat ini pihaknya hanya bisa menunggu kesimpulan resmi dari tim peneliti dan pemerintah pusat. Apakah, piramida yang ada di Garut memang lebih tua dari piramida Giza. "Yang kami bisa lakukan saat ini hanya menunggu hasil akhir penelitian," imbuhnya.
Saat ini saja, kata Aceng, di lokasi penemuan piramida sudah banyak pengunjung yang datang. Mereka, kata Aceng, ingin mengetahui langsung piramida yang ada di Garut. Karena selama ini, warga hanya mengetahui bangunan yang ditemui adalah piramida, hanya berdasarkan media massa.
"Saya sudah menginstruksikan Pak Camat dan Kepala Desa untuk menginformasikan kepada masyarakat soal penelitian ini. Karena hasil penelitiannya ini pun belum 100 persen benda purbakala," ucapnya.
Dia menceritakan awal riset yang dilakukan tim Katastropik Purba. Kala itu, riset geolog di bawah Koordinasi Tim Bencana Katastropik Purba yang diinisiasi oleh Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana sejak awal sudah dikomunikasikan dengan Bupati dan Muspida.
Pada tahap awal, jelas Aceng, tim ini melakukan riset untuk patahan aktif di Jawa Barat. Termasuk di Desa Sukahurip Kabupaten Garut, guna mencari tahu sumber bencana purba.
Pada perkembangannya, kata Aceng, tim justru menemukan keganjilan dari gunung Sadahurip yang menurut para peneliti sukar dijelaskan secara geologis.
Ternyata, temuan tim ini, kata Aceng sangat mencengangkan warga Garut. Terdapat bangunan piramida yang dinilai lebih tua dari piramida Giza di Mesir.
"Saya berharap temuan ini bukan hanya menjadi jati diri Garut, tetapi akan membuka memori kita. Di tengah momentum perubahan, sudah saatnya seluruh nusantara menyadari pentingnya persatuan, perdamaian, disamping harus terus waspada bahwa adanya peristiwa bencana yang dulunya pernah terjadi," ungkap Aceng.
Selain itu, dia juga membantah isu, adanya kandungan emas dan uraniun di dalam gunung. "Isu adanya kandungan emas dan uranium di dalam Gunung tidaklah benar. Masyarakat diharapkan tenang, tetap mengikuti informasi resmi yang akan segera kami koordinasikan," pungkasnya. (umi)
Sumber:http://nasional.vivanews.com/news/read/267100-piramida-garut-akan-tingkatkan-ekonomi-warga
Diduga Ada Tiga Piramida Lain di Garut
Tiga piramida ini terpendam di dalam Gunung Putri, Gunung Kaledong dan Haruman, Garut
Minggu, 27 November 2011, 17:21 WIB
Tim Katastropik Purba yang dibentuk Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam Andi Arief menyatakan, bangunan diduga piramida bukan hanya di dalam Gunung Sadahurip, Garut, Jawa Barat. Dalam rilis yang diterima VIVAnews, Minggu 27 November, tim ini menyatakan bangunan diduga kuat piramida juga ditemukan di tiga gunung lain di Garut. "Hasil survei di Gunung Putri, Gunung Kaledong dan Gunung Haruman sudah bisa diambil kesimpulan bahwa ada "man made" yang diduga kuat piramida," ujar Tim.
Gunung Sadahurip Garut (Credit: Turangga Seta) (Turangga Seta)
Dugaan ini diambil berdasarkan penampang georadar, geolistrik, foto kontur dan foto IFSAR gunung dalam jarak 5 meter. "Semua pihak agak bersabar, sehingga tahap-tahap dan kaidah scientific ini selesai."Tim berpendapat, jika temuan ini bisa diafirmasi, maka bukan hanya menggugurkan teori di Indonesia tapi juga berpotensi tingkat dunia, bahwa masa prasejarah adalah masa terbelakang dan tak mengenal teknologi. "Temuan Tim Katastropik Purba berpotensi menyatakan peradaban masa lalu mengagumkan."
Selain di tiga gunung itu, Tim juga melakukan penelitian di Gunung Padang, Cianjur, di mana batu-batu megalitikum tersebar luas di kawasan sehektare lebih. Melalui tes geolistrik, Tim menyimpulkan di situs Gunung Padang yang juga disebut sebagai peninggalan megalitikum terbesar di Asia Tenggara itu terdapat struktur punden berundak yang mirip piramida.
Pada 20 November lalu, Tim Katastropik Purba melansir di Gunung Sadahurip di Garut, Jawa Barat, terpendam bangunan seperti piramida. Dari hasil penelitian intensif dan uji karbon dipastikan bahwa umur bangunan yang terpendam dalam gunung wilayah Garut lebih tua dari Piramida Giza yang berada di Mesir.
“Dari beberapa gunung yang di dalamnya ada bangunan menyerupai piramid, setelah diteliti secara intensif dan uji carbon dating, dipastikan umurnya lebih tua dari Piramida Giza,” kata Andi Arief, Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana.
Pada 5 November, Tim yang sama juga melansir, Gunung Klothok dan sebuah gunung di Sleman, juga diduga menyimpan struktur piramida di dalamnya.
Sumber:http://nasional.vivanews.com/news/read/267675-diduga-ada-tiga-piramida-lain-di-garut