Oleh :Nurul Taufiqu Rochman (Pusat Penelitian Fisika, LIPI)
BAJA adalah bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Eksploitasi besi baja menduduki peringkat pertama di antara barang tambang logam dan produknya melingkupi hampir 95 persen dari produk barang berbahan logam.
BELAKANGAN dunia perindustrian digemparkan oleh kabar peningkatan performan (kekuatan dan umur) baja menjadi dua kali lipat. Untuk mendapatkan baja dengan kekuatan sama dengan yang konvensional, hanya perlu setengah dari bahan sebelumnya dengan ketebalan dan berat juga setengahnya.
Baja super ini diperoleh dengan menghaluskan struktur mikronya menjadi seperlima dari baja sebelumnya atau bahkan lebih kecil lagi (di bawah 1 mikrometer). Nakayama Steel, sebuah perusahaan di Jepang, telah berhasil memproduksi lembaran baja super dengan kekuatan tarik 600 MPa atau sekitar 1,5 kali kekuatan tarik baja biasa.
Kenaikan performan baja diharapkan dapat mengurangi berat bahan sehingga meningkatkan efisiensi dan menghemat sumber daya alam.
Nilai ekonomi dan sejarah Baja adalah paduan logam yang tersusun dari besi sebagai unsur utama dan karbon sebagai unsur penguat. Unsur karbon inilah yang banyak berperan dalam peningkatan performan. Perlakuan panas dapat mengubah sifat baja dari lunak seperti kawat menjadi keras seperti pisau. Penyebabnya adalah perlakuan panas mengubah struktur mikro besi yang berubah-ubah dari susunan kristal berbentuk kubik berpusat ruang menjadi kubik berpusat sisi atau heksagonal.
Dengan perubahan struktur kristal, besi adakalanya memiliki sifat magnetik dan adakalanya tidak. Besi memang bahan bersifat unik.
Bijih besi bertebaran hampir di seluruh permukaan Bumi dalam bentuk oksida besi. Meskipun inti Bumi tersusun dari logam besi dan nikel, oksida besi yang ada di permukaan Bumi tidak berasal darinya, melainkan dari meteor yang jatuh ke Bumi.
Di Australia, Brasil, dan Kanada, ditemukan bongkahan bijih besi berketebalan beberapa puluh meter dan mengandung 65 persen besi. Besi adalah unsur yang sangat stabil dan merupakan unsur terbanyak ke delapan di Jagat Raya setelah silikon. Pada lapisan kulit Bumi, besi merupakan unsur logam terbanyak ketiga setelah silikon dan aluminium.
Hampir lebih dari 70 abad lalu-5.000 tahun sebelum Masehi-dari peninggalan di Mesopotania, Iran, dan Mesir diketahui bahwa manusia telah menguasai teknologi pembuatan peralatan dari besi baja untuk berburu.
Suku Hatti dan Hittite- 2.500-1.500 tahun sebelum Masehi-di daerah Anatria dan Armenia telah berhasil membuat pedang besi berukuran besar dan baju besi dengan proses semi-lebur.
Proses pembuatan baja Dewasa ini, besi kasar diproduksi dengan menggunakan blast furnace (dapur bijih besi) yang berisi kokas pada lapisan paling bawah, kemudian batu kapur dan bijih besi. Kokas terbakar dan menghasilkan gas CO yang naik ke atas sambil mereduksi oksida besi. Besi yang telah tereduksi melebur dan terkumpul di bawah tanur menjadi besi kasar yang biasanya mengandung C, Si, Mn, P, dan S. Kemudian leburan besi dipindahkan ke tungku lain (converter) dan diembuskan gas oksigen untuk mengurangi kandungan karbon.
Dengan cara ini dapat diproses besi kasar menjadi baja sebanyak kurang lebih 300 ton dalam waktu 15-20 menit.
Untuk menghilangkan kembali kandungan oksigen dalam baja cair, ditambahkan Al, Si, dan Mn. Proses ini disebut dioksidasi. Setelah dioksidasi, baja cair dialirkan dalam mesin cetakan kontinu berupa slab atau dicor dalam cetakan berupa ingot. Slab dan ingot itu diproses dengan penempaan panas, rolling panas, penempaan dingin, perlakuan panas, pengerasan permukaan dan lain-lain untuk dibentuk menjadi sebuah produk atau kerangka dasar dari sebuah produk.
Baja dalam kehidupan Dalam kehidupan sehari-hari, biasanya keberadaan baja diabaikan karena kebanyakan dilapisi bahan lain. Orang baru menyadarinya ketika menyentuh benda dingin dan keras seperti lemari es, meja belajar, kursi, dan tiang listrik. Tabel menunjukkan contoh produk baja dalam berbagai bidang.
Pada bidang konstruksi dan tata kota, kekuatan baja yang dapat menyangga beban berat digunakan untuk kerangka bangunan pencakar langit sampai ketinggian 450 meter, seperti Petronas Twin Towers di Malaysia. Baja juga tahan terhadap perpatahan sehingga dapat melindungi dari gangguan gempa.
Ratusan ton baja juga digunakan untuk pembangunan jembatan antarpulau sampai berjarak lebih dari satu kilometer, seperti jembatan Kanmonbashi di Jepang.
Jadi, baja telah menyatu dalam kehidupan manusia dan menjadi penopang utama seluruh aktivitas dalam proses produksi sehingga tidak dapat dipisahkan dari masyarakat industri. Suatu bangsa tidak akan dapat membangun kekuatan industri tanpa memiliki industri baja dan teknologinya.
Baja di Indonesia Menurut penelitian jumlah konsumsi baja suatu bangsa dapat dijadikan indikator tingkat kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Negara-negara maju umumnya mengonsumsi 700 kilogram baja per jiwa per tahun. Masyarakat Indonesia baru mengonsumsi 20 kilogram per jiwa. Ini berarti baja masih belum dirasakan keberadaannya oleh masyarakat Indonesia.
Baja dengan nilai ekonomi tinggi dan berfungsi vital masih belum mendapat perhatian dengan baik oleh pemerintah. Maka, daya dukung baja terhadap kinerja dan performan proses produksi sangat lemah. Dampaknya, produk-produk Indonesia belum bisa berkompetisi dengan produk dari negara lain baik dalam jumlah produksi, kualitas, dan ketepatan waktu penyebarannya.
Indonesia yang dikenal kaya sumber daya alam harus mengimpor 100 persen bahan baku baja (pellet) dan 60-70 persen scrap baja untuk keperluan industri bajanya. Ini masih ditambah teknologi pengolahan baja yang tidak efisien karena menggunakan sumber energi gas yang semakin meningkat harganya serta teknologi yang masih tergantung kepada negara pemberi lisensinya.
Dari hasil survei, diketahui bahwa cadangan bijih besi di Indonesia berjumlah cukup besar dan tersebar di beberapa pulau, seperti Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Irian Jaya dengan total melebihi 1.300 juta ton, meskipun dengan kadar kandungan besi yang masih rendah antara 35-58 persen Fe. Sementara itu, bahan pendukung, seperti batu bara dan kapur, juga melimpah di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Cadangan ini dapat memenuhi konsumsi besi baja dalam negeri sekitar 2,5 ton per jiwa. Berarti Indonesia punya modal menjadi masyarakat berbasis industri.
Permasalahannya hanyalah bagaimana menciptakan teknologi peleburan bijih besi yang sedikit lebih rendah kadar besinya. Pemerintah harus segera membentuk tim khusus pengembangan teknologinya. Kalau Jepang yang di masa Perang Dunia II tak punya bijih besi kini mampu berkembang, Indonesia tentu bisa lebih baik.
Dewasa ini, pengembangan teknologi manufaktur besi baja sudah sangat berkembang di beberapa negara maju, tinggal bagaimana mentransfer atau "mencuri" teknologi tersebut dan diterapkan di Indonesia.
Baja super masa depan Pengembangan bahan baja telah menjawab tantangan kebutuhan industri di masa depan, di mana "kompaksisasi", konservasi energi, dan pelestarian lingkungan menjadi faktor-faktor terpenting dalam pengembangan produk dalam industri.
Lembaran baja panas dilewatkan pada dua buah rol pengepres yang berbeda diameternya dan langsung didinginkan untuk mencegah pertumbuhan butiran ferrite. Hasilnya struktur baja tetap halus meskipun telah menjadi produk baja. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan sifat mekanik dan umur penggunaannya menjadi dua kali lipat. Super baja ini telah diproduksi oleh perusahaan baja Nakayama Steel di Jepang.
Dengan peningkatan performan besi baja, muncul harapan baru di bidang perindustrian, seperti memungkinkan pengurangan bahan baja, sehingga produk menjadi lebih ringan dan kompak, menghemat energi karena pengurangan beban pada penggunaannya, dan ramah lingkungan karena mengurangi eksploitasi sumber daya alam.
Desain kerangka mobil masa depan, misalnya, hanya memerlukan setengah bahan baja. Beban daya yang diperlukan untuk menggerakkan mobil itu jadi relatif lebih ringan sehingga efisiensi dan performan mobil juga meningkat. Mungkin di masa datang, berat mobil hanya ratusan kilogram saja, namun dapat digunakan dengan beban seperti sekarang.
Hal ini juga memungkinkan mengakselerasi pengembangan teknologi ruang angkasa, karena peningkatan performan pesawat ulang-alik atau roket dan sebagainya. Khususnya akhir-akhir ini, dengan "teknologi nano", sifat-sifat baja dapat dikontrol dan disesuaikan dengan kebutuhan bahan yang diperlukan dalam proses produksi.
Jika rekayasa "teknologi nano" berhasil, dapat dibayangkan berapa juta ton bijih besi (separuh dari eksploitasi sekarang) dapat dihemat.
Penulis juga telah berhasil membuat besi baja berstruktur halus dengan ukuran butiran dibawah 1 mikrometer dengan menggunakan teknologi metalurgi bubuk dalam skala laboratorium. Jika berhasil diindustrialisasikan, di masa depan daur ulang besi baja menjadi sangat simpel dan dapat menghemat pemakaian energi dalam proses daur ulang.
Indonesia yang kaya akan bijih besi dan bahan pendukung proses pembuatan baja harus mampu bangkit dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan industri perbajaannya. Pemerintah, perusahaan, dan para pakar terkait harus bisa merumuskan sebuah strategi dalam penguasaan teknologi baja guna menyongsong masyarakat Indonesia berbasis industri.
Sumber : Kompas (10 Desember 2003)Sumber:http://www.nano.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1112532268
Gempa + Tsunami 12 November 1815 Bali
Sumber Gambar klik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar